Bagi pencinta olahraga basket, nama Kareem Abdul Jabbar tentu sudah tidak asing lagi. Dialah mantan pemain basket legendaris yang dimiliki Amerika Serikat. Sepak terjangnya di olahraga yang satu ini sudah tidak diragukan lagi. Ia telah mencapai puncak tertinggi dalam prestasi karirnya di era 1970-an.
Sepanjang 1969-1989, ia telah mencetak poin lebih dari pemain pada umumnya dalam sejarah liga bola basket. Ia bahkan enam kali mendapat rekor pada musim reguler Penghargaan MVP (Most Valuable Player).
Pria kelahiran New York, 16 April 1947, ini juga pernah dinobatkan sebagai pemain terbaik di kompetisi liga bola basket Amerika Serikat sebanyak enam kali. Ini tentu prestasi yang gemilang. Sepanjang waktu itu ia bergabung dengan klub Milwaukee Bucks dan LA Lakers.
Postur badan yang tinggi dan gayanya yang gesit telah membuat pria satu ini bintang di lapangan bola basket. Shooting, slam dunk, rebound, block: maupun aksi lainnya, sangat memukau dan mendapat apresiasi dari para penonton.
Tak jarang, lawannya dibuat kesulitan untuk membendung kegesitan pemain yang memiliki tinggi badan 2,18 meter ini. Lompatannya sering mengundang kagum para penonton maupun tim lawan. Maka, tak berlebihan, jika pria satu ini mendapat julukan sebagai ‘Raja Bola Basket’.
Sepak terjang Kareem di ajang bola basket Amerika dimulai ketika ia bermain untuk tim basket kampus, Universitas California, Los Angeles (UCLA). Kala itu, ia bersama teman basket di kampusnya mendapat perhatian serius para pelatih basket Amerika Serikat. Hal ini kemudian mengantarkannya pada tahap karir berikutnya.
Ia lalu diajak bermain basket “luar kandang”.Pada tahun 1969 ia diminta bermain pada kompetisi basket ajang bergengsi di Amerika Serikat (NBA) bersama dengan klub Milwaukee Bucks. Di klub ini, ia turut memberi andil besar dengan merebut juara NBA tahun 1970-1971.
Pada 1975, ia bergabung dengan tim basket asal kota Los Angeles, LA Lakers. Di klub inilah karier Kareem makin rnelesat. Ia berhasil membawa LA Lakers merebut sejumlah gelar juara untuk klubnya. Disamping itu, ia juga berhasil merebut gelar pribadi, yakni sebagai pemain terbaik NBA. Di klub ia bermain sejak 1975-1989.
Atas aksi-aksinya yang hebat itu, Kareem menjadi salah satu pemain andalan NBA All-Star dan Amerika Serikat dalam ajang Olimpiade. la juga menjadi pemain kebanggaan negeri Abang Sam tersebut. Tak hanya itu, ia juga merupakan pemain kebanggaan umat Islam di seluruh dunia. Umat Islam bangga punya tokoh sekaliber Kareem.
Lompatan Agama
Kareem, awalnya, bukanlah seorang muslim. Ia mendeklarasikan diri sebagai seorang muslim pada saat kariernya tengah melonjak tinggi.Ya, saat itu ia usai mendapatkan gelar juara NBA untuk Milwaukee Bucks tahun 1971. Pada saat yang sama, ia juga merebut gelar pemain terbaik MPV dan pendatang baru terbaik di Liga NBA.
Kareem terlahir dan tumbuh di tengah keluarga dan lingkungan non-muslim. Ayah dan ibunya adalah pemeluk agama Katolik. Ayahnya, Ferdinand Lewis Alcindor Sr, dan ibunya, Cora Lilian, adalah penganut Katolik yang taat. Bagi dirinya, keputusan menjadi seorang muslim merupakan lompatan paling tinggi dalarn hidupnya.
Islam merupakan agama minoritas di Amerika. Ia berhadapan dengan lingkungan sosial yang tentu tidak mudah menerima keberadaannya sebagai seorang muslim. Kedua orangtuanya juga menjadi pertimbangan serius. Ia masih khawatir apabila orang tuanya tidak menerima keputusannya itu.
Sejak kecil ia disekolahkan orangtuanya di lembaga pendidikan Katolik. Oleh kedua orang tuanya ia dimasukkan ke Saint Jude School. Selama hidup dengan orangtua, ia mendapatkan nilai-nilai ajaran Katolik.
Perkenalan Kareem dengan ajaran Islam terjadi lewat salah seorang temannya yang bernama Hamaas Abdul Khaalis. Ia mengenal Hamaas melalui ayahnya. Seperti halnya sang ayah yang seorang musisi jazz, Hamaas juga pernah menggeluti musik jazz. Dia adalah mantan drumer jazz.
Dari Hamaas inilah, kemudian Kareem belajar banyak mengenai Islam. Ia juga sempat berkenalan dengan Muhammad Ali (Cassius Clay) yang sudah menjadi muslim. Muhammad Ali termasuk orang yang telah banyak menginspirasi kehidupannya.
Setelah banyak belajar Islam dari Hamaas, tekadnya untuk memeluk Islam pun semakin bulat. Atas ajakan Hamaas, ia kemudian mendatangi sebuah pusat kebudayaan Afrika di Harlem, di mana kaum muslimin menempati lantai lima gedung itu. “Saya pergi ke sana dengan mengenakan jubah Afrika yang berwarna-warni," terangnya dalam sebuah situs resminya.
Kepada beberapa pemuda yang ditemuinya di pusat kebudayaan Afrika ini, ia mengutarakan niatnya untuk menjadi seorang muslim. Di hadapan mereka, ia mengucapkan dua kalimat syahadat. Ketika pertama kali mengucapkan kalimat syahadat, mereka memanggilnya dengan Abdul Kareem.
Namun, kala itu, Hamaas keberatan. Temannya itu menganjurkan agar Kareem dinamai Abdul Jabbar. Maka, pada tanggal l Mei 1971 atau sehari setelah Milwaukee Bucks memenangi kejuaraan NBA, ia memutuskan untuk mengganti namanya dari Ferdinand Lewis Alcindor Jr menjadi Kareem Abdul-Jabbar.
Ada alasan kuat kenapa Kareem enggan untuk tetap dengan nama aslinya. Ia menyebutkan bahwa nama ‘Alcindor’ merupakan nama seorang budak.
“Ada seorang laki-laki bernama Alcindor yang membawa keluarga saya dari Afrika Barat ke kepulauan Dominika. Dari sana mereka pergi ke kepulauan Trinidad, sebagai budak, dan mereka mempertahankan namanya. Mereka adalah budak-budak Alcindor. Jadi, Alcindor adalah nama penyalur budak. Ayah saya melacak hal ini di tempat penyimpanan arsip,” terangnya.
Islam itu Anugerah
Seperti orangtua pada umumnya, orangtua Kareem juga khawatir dengan keputusan anaknya yang berpindah agama. Sejak kecil, sang anak dididik dengan keyakinan yang sama, tapi setelah dewasa justru berbeda keyakinan. Namun, Kareem ternyata mampu menghadapi hal ini dengan baik. Ia mampu memberi keyakinan kepada orang tuanya bahwa apa yang ia putuskan adalah sesuatu yang baik untuk dirinya.
“Mereka tahu saya bersungguh-sungguh. Saya pindah agama bukan untuk ketenaran. Saya sudah menjadi diri saya sendiri, dan melakukan itu dengan cara saya sendiri, apa pun konsekuensinya,” jelasnya.
Baginya, keputusan menjadi seorang muslim sudah bulat. Islam adalah anugerah dan hidayah Allah yang tertinggi dalam menunjukkan jalan kebenaran bagi umat manusia. Ia ingin menjadi muslim yang sejati. Ia berpindah agama tidak lantaran ikut-ikutan. Justru, ia menjadi muslim karena ingin memperbaiki kualitas hidupnya.
Hal ini terbukti. Di tengah kesibukannya bermain basket, Kareem masih sempat meluangkan waktu untuk mendalami lslam. "Saya beralih ke surnber segala ilmu. Saya mempelajari bahasa Arab. Saya mulai membaca al-Quran dalam bahasa Arab. Saya dapat menerjemahkannya dengan bantuan kamus. Untuk menerjemahkan tiga kalimat, saya membutuhkan waktu l0 jam, tetapi saya memahami apa yang dimaksudkan secara gramatikal," ujarnya.
Namun, diakui dia, cukup sulit baginya untuk bisa menunaikan kewajiban shalat lima kali setiap hari. Kesulitan untuk menjalankan shalat lima waktu ini, terutama dirasakan ketika ia sedang bermain. "Saya terlalu capai untuk bangun melakukan shalat Shubuh. Saya harus bermain basket pada waktu Maghrib dan lsya. Saya akan tertidur sepanjang siang di mana saya seharusnya melakukan shalat Zuhur. Begitulah, saya tidak pernah bisa menegakkan disiplin itu," paparnya.
Begitu juga tatkala bulan Ramadhan tiba. Aktivitasnya yang cukup padat di lapangan, terkadang memaksanya untuk membatalkan puasa. Untuk membayar utang puasanya ini, Kareem selalu mengeluarkan fidyah.
"Karena saya tidak dapat berpuasa di bulan Ramadhan, saya selalu memberi makan sebuah keluarga. Saya memberi sedekah. Saya memberi uang kepada rekan sesama muslim dan mengatakan kepadanya untuk apa uang itu," ungkapnya menceritakan.
Sebagai wujud keseriusannya menjadi seorang muslim, Kareem menunaikan rukun Islam yang kelima, yaitu ibadah haji pada tahun 1973. Bagi dirinya, ibadah haji merupakan wujud kerinduan seorang hamba kepada panggilan Tuhannya. Ketika Tuhan memanggil, maka seorang hamba hendaknya datang kepada-Nya.
Pada 28 Juni 1989, setelah 20 tahun menjalani karier profesionalnya, Kareem memutuskan untuk berhenti dari ajang NBA. Sejak berhenti bermain, menurut Kareem, dirinya menjadi semakin baik dan dapat menjalankan semua kewajibannya sebagai seorang muslim.
“Saya rasa saya harus beradaptasi untuk hidup di Amerika. Yang dapat saya harapkan hanyalah semoga pada Hari Akhir nanti Allah ridha atas apa yang telah saya lakukan,” tukasnya.
No comments:
Post a Comment