Thursday, June 1, 2017

Puasa Saat Berpergian

Agama Islam memberikan keringanan untuk berbuka puasa (ifthar) kepada orang yang sedang berpergian dengan catatan harus mengganti (mengqadha) di waktu lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat al-Baqarah, ayat 185 yang berbunyi : "...Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan, boleh tidak berpuasa, namun hendaklah ia mengqadha pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kamu dan tidak menghendaki kesulitan..."
Pada konteks ini, pembahasan yang sering mengemuka adalah persoalan jarak perjalanan yang ditempuh oleh seorang musafir. Menurut Imam Abu Hanifah, perjalanannya itu harus memakan waktu selama 3 hari 3 malam atau dengan jarak tempuh sebanyak 24 farsakh. Berbeda lagi dengan Imam Ahmad dan Syafi'i yang berpendapat bahwa bolehnya berbuka itu bila perjalanan memakan waktu selama 2 hari 2 malam atau 16 farsakh. Argumentasinya berpegang kepada hadits, "Wahai ahli Mekkah, janganlah kamu mengqasar (shalat) jika kurang dari 4 barid, dari Mekkah ke 'Asfan". 1 barid sama dengan 4 farsakh. Artinya 4 barid berjumlah 16 farsakh.
Berbuka bagi musafir merupakan rukhsah (keringanan) agar tidak terjadi kondisi yang menyulitkan (al-usr) atau memberatkan (al-masyaqqah). Sebagaimana yang dipahami oleh ulama Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi'iyah. Dengan mempertimbangkan adanya masyaqqah (karena memberatkan), puasa dalam perjalanan dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Puasa lebih utama daripada berbuka
Puasa lebih utama bagi yang sudah biasa dan rutin bepergian relatif jauh tanpa merasakan adanya rasa berat (masyaqqah). Dalam soal masyaqqah, kecuali fisik yang harus dipertimbangkan, kondisi ruhiyah atau kejiwaan ternyata lebih menentukan. Contohnya, sahabat Rasulullah saw tetap menjalani puasa walaupun dalam keadaan perang.
2. Berbuka lebih baik
Berbuka lebih afdal dari pada puasa yang dipaksakan, padahal terdapat masyaqqah (keberatan). Dalam konteks ini, Rasulullah saw bersabda tentang musafir yang tetap puasa dalam kepayahan sehingga dikerumuni dan diteduhi orang banyak.

Dalam kajian fiqih, ulama menyimpulkan sejumlah persyaratan untuk mengambil rukhshah ifthar (berbuka) dalam safar (berpergian) yaitu :
  • Merupakan perjalanan yang halal atau mubah, bukan safar untuk tujuan maksiat.
  • Perjalanan relatif jauh menurut ukuran zamannya.
  • Tidak memulai perjalanan dalam keadaan puasa agar tidak sampai membatalkan ibadah yang sudah dimulai.
Wallahu'alam bis-shawwab.

Dikutip dari berbagai sumber

No comments:

Post a Comment