Suatu saat Pangersa Abah pernah mengajak Haji Muhammad Zuki as-Syuja' ra menaiki perahu berdua saja di tengah Laut Pangandaran. Lalu Pangersa Abah bertanya, “Zuki, kamu percaya jika laut bisa mematikan kita?”
Mendapat pertanyaan dari Guru Mursyid yang dihormatinya, Pak Guru Zuki tidak berani langsung menjawab. Maka ia segera menunduk tawajjuh dan melakukan rabithah.
“Eeee tidak perlu tawajjuh, kan Abah ada di depan Zuki…” Kata Pangersa Abah sambil tertawa indah.
“Tidak, Bah, laut tidak bisa mematikan kita. Hanya Allah yang menghidupkan dan mematikan kita, Bah…” Spontan Pak Guru Zuki menjawab dengan mantap.
“Kamu yakin, Zuki, laut tidak bisa mematikan kita?” Pangersa Abah mengulang pertanyaannya.
“Yakin, Bah! Laut tidak bisa mematikan kita. Hanya Allah yang menghidupkan dan mematikan!” Kembali Pak Guru Zuki menjawab dengan mantap.
Tiba-tiba tanpa terduga kaki Pangersa Abah mendorong kuat tubuh Pak Guru Zuki sampai keluar dari perahu dan tercebur ke laut. Maka tubuh Pak Guru Zuki langsung tenggelam karena tidak siap dan tidak mengira akan diceburkan oleh Pangersa Abah. Namun Pak Guru Zuki tidak merasa panik. Maka ia segera bertawassul dan segera rabithah dengan Pangersa Abah.
Tubuh Pak Guru Zuki terus tenggelam sampai ke dasar laut. Tapi anehnya ia tidak merasa kesulitan bernafas. Bahkan ia bisa bernafas dengan mudah seperti di atas permukaan laut. Juga dirinya bisa berdiri tegak di dasar laut seperti ketika berada di daratan. Maka ia bisa menikmati keindahan panorama alam di dasar laut dengan berbagai makhluk hidup yang ada di sekitarnya. Subhaanallaah.
Pak Guru Zuki tinggal di dasar laut selama 7 hari. Selama itu anehnya ia tidak merasa lapar dan haus. Setiap datang waktu shalat fardhu, Pak Guru Zuki seperti mendengar suara adzan. Lalu ia melaksanakan shalat dan berdzikir jahri di dasar laut. Demikianlah Pak Guru Zuki menghitung hari serta menjalani kesendirian dengan sabar dan tawakkal.
Sampai kemudian Pak Guru Zuki melihat sorban Pangersa Abah terulur memanjang dari atas permukaan laut sampai ke hadapan dirinya. Segera ia memegang sorban Pangersa Abah. Maka sorban itu lalu memendek kembali secara perlahan dan mengangkat tubuh Pak Guru Zuki ke permukaan laut. Ketika kepalanya sudah di atas permukaan laut, Pak Guru Zuki melihat Pangersa Abah tersenyum indah.
“Eee Zuki ternyata benar yah laut tidak bisa mematikan kamu… Laa ilaaha illallaah…” Pangersa Abah berkata penuh canda. Subhaanallaah, bahkan cara bercandanya seorang Wali Mursyid Kamil Mukammil itu pun HAQQ. Sebagaimana seluruh perkataannya adalah HAQQ dan semua bimbingannya adalah HAQQ.
Sungguh proses pembelajaran TAUHID yang dahsyat luar biasa. Murid tidak hanya dijejali dengan wacana kata-kata semata. Tapi bahkan dibimbing langsung ke tahapan MERASAKAN dan MENGALAMI. Sehingga hasil yang dicapai sang murid tidak hanya sebatas ‘ILMUL YAQIN. Tapi bisa mencapai tataran ‘AINUL YAQIN, bahkan HAQQUL YAQIN sebagaimana yang diterima oleh Pak Guru Zuki.
“Allaahummansyur nafahaatir ridhwaani ‘alaih, wa amiddanaa bil asraaril latii awda’tahaa ladaih.”
*Ilaa hadhroti Syaikh Mursyidina Ghoutsil Haqq Quthubir Rohmah Sayyidis Syaikh Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin QS… AlFaatihah!
Dikutip dari : www.facebook.com/andhika.darmawan.3
No comments:
Post a Comment