Sunday, July 16, 2017

Makanan Dari Langit

Diriwayatkan dari Syekh al-Abhar bin Abul Maghanim, ia berkata, “Saat berada di Damaskus, tahun 629 H. Ayahku berkata, "Di Baghdad, tahun 559 H. Aku mendengar Syekh Muhyiddin Abdul Qadir, berkisah, ‘Aku pergi menunaikan ibadah haji sendirian. Saat itu, aku masih belia. Tatkala aku sampai di menara yang terkenal dengan sebutan Ummul Qurun, aku berjumpa dengan Syekh Uday bin Musafir ra., yang pada waktu itu masih muda." 

"Mau ke mana?" tanyanya kepadaku.
"Ke Mekkah."   
“Aku juga.”
"Apakah engkau membawa teman?"
“Tidak, Aku sendirian. “
"Aku juga demikian." 
Lantas, kami melanjutkan perjalanan bersama-sama. Di tengah jalan, kami bertemu dengan seorang wanita bercadar yang semampai. Aku pun menghampirinya dan berdiri di hadapannya dan ia menatap wajahmu dalam-dalam. "Hai gadis, dari mana asalmu?" tanyaku kepadanya. Sambil terkesima, ia menjawab, "Oh... aku berasal dari negeri asing... hari initelah membuatku lelah." 
"Memangnya kenapa?" 
"Sebelum ini, aku berada di negeri jin, maka diperlihatkanlah kepadaku bahwa Allah swt. ber- tajalli di hatimu serta memberikan karunia kepadamu yang tidak diberikan kepada orang lain. Oleh karena itu, aku ingin sekali mengenalmu. Baiklah, sekarang aku akan menyertai kalian dan melewati malam juga bersama kalian.”
Maka, wanita itu berjalan dl sisi lembah; sedangkan kami berjalan di sisi lembah yang lain [atau, perawi hikayat ini berkata, "Di sisi jalan"].
Tatkala waktu isya datang, tiba-tiba saja turun piring dengan makanan di atasnya dari langit. Setelah kamu tenang kembali, kami melihat enam keping roti lengkap dengan selai dan acarnya sekalian. Berkatalah wanita tersebut, "Segala puji bagi Allah yang telah berbelas kasih kepadaku dan kepada tamu-tamuku ini. Biasanya, tiap malam turun dua keping roti untukku." 
Lantas, masing-masing menyantap dua roti, maka turunlah tiga teko lengkap dengan minuman yang ada di dalamnya. Kami pun meminum air yang kelezatannya melebihi air mana pun yang ada di muka bumi ini. Kemudian, wanita tersebut pergi entah ke mana, dan kami pun pergi hingga kami tiba di Mekkah. Tatkala kami melaksanakan thawaf Allah swt. melimpahkan karunia-Nya kepada Syekh Uday dengan menurunkan nur-Nya kepadanya hingga ia pingsan dan orang-orang pun mengatakan bahwa beliau telah wafat. Tiba-tiba saja wanita tersebut telah berdiri di samping kepala Syekh Uday, ia berkata, "Maha Suci Allah, Dzat Yang tidak menjadikan makhluk untuk menampakkan sifat keagungan-Nya; makhluk-makhluk pun tidak akan tenang dengan kemunculan sifat-sifat-Nya, melainkan mereka semua mengukuhkannya; bahkan akal pun terhempas oleh kemahasucian dan kekudussan Dzat-Nya hingga orang yang mepunyai akal akan mengambil pelajaran dari anugerah ilmu-Nya. 
Syekh Abdul Qadir melanjutkan kisahnya, "Segala puji bagi Allah yang juga telah memberikan karunia-Nya kepadaku dengan menurunkan nur-nur-Nya ketika aku thawaf. Aku mendengar suara dalam batinku `Wahai Abdul Qadir, tinggalkanlah tajrid lahir dan tetapilah tafrid tauhid dan tajrid tafrid, maka Kami akan memperlihatkan kekuasaan-kekuasaan Kami yang sangat istimewa kepadamu. Dan, tatkala kehendakmu bertemu dengan kehendak Kami, kedudukanmu akan
kokoh di sisi Kami, Janganlah engkau terpengaruh oleh apapun selain Kami, niscaya engkau akan langgeng melihat Kami. Berbuatlah untuk kebaikan manusia. Sungguh, Kami mengkhususkan engkau sebagai perantara bagi hamba-hamba Kami untuk mendekatkan diri kepada Kami melalui kedudukanmu." 
Maka, berkatalah Wanita tersebut kepadaku, "Hai pemuda, aku tak tahu apa yang menimpamu hari ini. Sungguh, Dia telah menyelubungimu dengan nur-Nya, para malaikat pun mengerubutimu hingga bergelayutan di atas langit, para wali pun meluhurkanmu dalam berbagai makan mereka hingga meluas sebagaimana dikabulkannya segala harapan." Kemudian, wanita tersebut pergi, dan aku pun tidak pernah melihatnya lagi. Semoga Allah meridhai mereka semua serta
seluruh hamba-Nya yang Saleh. 

Dikutip dari buku "Biografi Syech Abdul Qadir Al Jailani" karya Achmad Sunarto

No comments:

Post a Comment