Diriwayatkan dari Syekh Muhammad Abdullah al-Batha’ihi, ia berkisah, "Seorang pedagang, Abul Ma’ali Muhammad bin Ahmad al-Baghdadi hadir dalam majelis “yang diselenggarakan oleh Syekh Muhyiddin Abdul Qadir. Saat itu, ia terserang turun bero hingga tidak dapat bergerak saking parahnya. Ia memandang kepada Syekh Abdul Qadir dengan pandangan memelas. Maka, Syekh Abdul Qadir turun dari tangga tempat ia berdiri. Sementara itu, di bagian tangga yang tertinggi, muncullah sebuah kepala seperti kepala manusia, kemudian muncullah bagian tubuh yang lain hingga tampak bahu dan dada. Sedangkan Syekh Abdul Qadir terus berjalan menuruni tangga yang bersamaan dengan itu pula, jasad tubuh yang ada di atas tadi sedikit demi sedikit menyatu hingga tampaklah sosok tubuh yang sempurna duduk di atas kursi singgasana yang tinggi dengan bentuk mirip Syekh Abdul Qadir.
Sosok di atas kursi itu berbicara dengan bunyi suara serta gaya bahasa seperti Syekh Abdul Qadir. Tidak ada seorang pun yang melihatnya melainkan dia dan orang-orang yang ia kehendaki. Lantas, ia datang menyibak kerumunan para hadirin hingga sampai di depannya. la menutupkan sorbannya -dalam sebagian riwayat, menutupkan sapu tangannya- kepada kepala pedagang tadi. Tiba-tiba saja, ia berada di tengah sebuah padang pasir yang sangat luas. Di sana terdapat pohon serta sungai yang mengalir. Beliau menggantungkan kunci yang diambilnya dan saku bajunya di salah satu dahan pbhon tersebut.
Kemudian ia menyembuhkan turun bero yang di derita oleh pedagang tersebut, lantas ia wudhu dan shalat dua rakaat di sana. Dan, setelah beliau salam dari dua rakaatnya, kembalil ia membuka sapu tangan yang menutupi kepala pedagang tersebut. Tiba-tiba saja, beliau sudah duduk kembali di atas mimbarnya dengan Wajah yang masih basah dengan air wudhu dan pedagang tersebut tidak lagi menderita turun bero. Sementara itu, Syekh Abdul Qadir duduk di atas kursi bagaikan tidak beranjak sedikit pun dari atas kursi tersebut dan si pedagang tadi tidak menceritakan hal itu kepada siapaun. Dalam peristiwa tersebut, Syekh Abdul Qadir al-Jailani kehilangan kunci-kuncinya yang ia tanggalkan di dahan pohon yang ada di padang pasir.
Selang beberapa hari, pedagang tersebut mernpersiapkan ekspedisi dagang ke negeri asing. Setelah lewat empat belas hari dan perjalanannya, tibalah rombongan ekspedisi tersebut pada sebuah dataran yang ada sungainya. Maka, pergilah pedagang tersebut ke sungai tersebut untuk buang hajat. "Alangkah miripnya dataran ini dan sungai. Mirip sekali dengan sungai yang dulu itu," gumamnya dalam hati seraya mengingat-ingat saat bersama Syekh Abdul Qadir al~Jailani. Tanpa terasa dia berada di bawah pohon tempat ia bersama Syekh Abdul Qadir al-Jailani tatkala itu. Maka, tahulah dia (siapa sebenamya Syekh Abdul Qadir al-Jailani) dan sedikitpun ia tidak mengingkari kenyataan itu. Bahkan, ia menemukan kunci-kunci Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang tergantung di dahan pohon tersebut. Tatkala ia kembali ke Baghdad, ia menemui Syekh Abdul Qadir al-Jailani untuk menceritakan hal itu. Maka Syekh Abdul Qadir al-Jailani menjewer telinga pedagang tersebut sebelum berkata kepadanya, "Wahai Abul Ma’a1i, jangan engkau ceritakan hal itu kepada siapapun selama aku masih hidup. Kemudian, Abul Ma’ali ini berkhidmat kepada Syekh Abdul Qadir al-Jailani hingga beliau berpulang ke Rahmatullah.
No comments:
Post a Comment